Spenggal Cerita Prabowo Dari Medan Tempur
“Tunduk Mas, Jangan bergerak dulu!” suara lantang Sersan La
Ode Ilham terdengar.
“Tidak, ini pertempuran Ilham! Bentak Prabowo.
“Jangan Mas, Saya dulu yang mati! Balas La Ode
“Tetap konsent Ilham” perintah Prabowo
“Prajurit akan bersemangat jika melihat komandannya bersemangat” balas Kapten Prabowo di tengah desingan peluru tentara fretelin Timor yang seolah di arahkan padanya.
Sersan La Ode tak mau ambil resiko. Ia segera membekap badan Kapten Bowo, menggulingkannya ke tanah, menekan dengan separuh badan, lalu melepaskan rentetan peluru ke arah musuh.
Dibenaknya, Kapten Prabowo tidak boleh gugur di medan tempur.
Seberani apapun komandannya itu, ia adalah obor yang menghangatkan mereka di kala gundah, dan menjadi penyemangat pasukan di segala waktu.
Sersan La Ode tak habis pikir, pemuda gagah yang menjadi komandan kompi-nya itu seolah memiliki ‘nyali’ yang berlapis-lapis. Keberaniannya di medan tempur sama sekali tak mengisyaratkan jika ia adalah putera seorang Begawan Ekonomi dan mantu dari seorang Presiden yang amat di segani dunia internasional kala itu.
“Duarrr!! Letupan senjata api berkali-kali menghantam pasukan Kapten Prabowo, nyaris saja nyawa mereka melayang.
Tapi Prabowo mampu mengatur strategi jitu buat anak buahnya hingga tak satupun peluru-peluru milisi fretelin mengenai sasaran. Membaca situasi itu, Prabowo tak ciut, ia terus membakar semangat pasukannya untuk memukul mundur pasukan musuh. Strategi itu membuahkan hasil, beberapa musuh tertembak mati dan yang lainnya kocar-kacir melarikan diri ke hutan-hutan. Situasi mereda,
target untuk menguasai medan lawan terpenuhi. Sayangnya, radio penghubung milik pasukan Prabowo hancur terkena peluru dan bom musuh. Sehingga hubungan komunikasi pasukan
Prabowo dengan Jakarta menjadi terputus.
Malam mulai senyap, yang terdengar hanya jengkrik dan suara burung hantu malam dibelantara tanah berkapur dan hutan-hutan Timor. “Segera kembali ke markas, istirahat dan tetap waspada, radio
penghubung yang rusak segera dibenahi” begitu perintah Kapten
Prabowo. “Siapp!!” jawab pasukan.
Rusaknya radio penghubung pasukan baret merah yang dipimpin langsung Kapten Prabowo Subianto ini ternyata menimbulkan ‘situasi baru’ di Jakarta. Prabowo diisukan telah gugur di medan tempur. Tentu hal ini meresahkan Istana Negara. Bagaimanapun Prabowo telah menjadi ‘anak’ Presiden
Soeharto, karena Prabowo menikah dengan Titik Soeharto,.
“Hampir sepekan lamanya isu berseliweran termasuk di Jakarta, bahwa Kapten Prabowo Subianto telah meninggal dunia di medan tempur. Kami juga sempat resah dengan isu dan situasi seperti itu, padahal Mas Bowo sehat walafiat. bagaimanapun Mas Bowo adalah ‘nyawa’ dari pasukan, kalau
dibiarkan isu ini berlangsung lama, dapat menurunkan semangat tempur pasukan, ini hanya gara-gara radio penghubung rusak,” kenang La Ode Ilham akan peristiwa sebuah pertempuran di Timor-Timur di era tahun 1980-an.
Karenanya, pasukan berusaha keras agar radio penghubung itu dapat diperbaiki, atau mendapatkan radio baru.
“Alhamdulillah radio kami bisa berfungsi kembali” kata La Ode Ilham, yang kini pensiun dini dari TNI dengan pangkat terakhir ‘Mayor TNI’. Ilham sendiri dikenal sebagai Kopassus yang
amat dekat dengan Prabowo Subianto di pasukan.
“Kring..” Radio penghubung berhasil menghubungi Istana Negara. Seorang telah menerima telepon itu. Menurut La Ode Ilham, itu seperti suara dari Presiden Soeharto, sehingga kemudian ia dengan sigap melaporkan situasi terakhir pasukan termasuk kondisi komandannya, Prabowo Subianto yang sehat-walafiat dan membantah isu gugurnya Pak Prabowo. “Siap Jenderal!, Mas Bowo kondisinya sehat-walafiat,” jelas La Ode Ilham, kemudian menyerahkan telepon itu kepada Prabowo untuk berbicara langsung dengan istana.
La Ode Ilham tak bisa melupakan peristiwa itu. Termasuk kedekatannya dengan Prabowo Subianto yang disapanya ‘Mas Bowo’.
“Mas Bowo itu sangat pemberani, tegas dan selalu tepat dalam mengambil keputusan”
“Karenanya kami anak buahnya, jika berada di tengah-tengah Mas Bowo merasa sangat terlindungi, kamipun sangat melindungi Mas Bowo, bagaimanapun Mas Bowo bukan sekedar komandan kami, tapi beliau juga anak Presiden” kata Ilham.
Lain lagi cerita Letkol (Purn) Petrus Sunyoto, Kopassus yang pernah meraih penghargaan dari Presiden RI sebagai ‘Prajurit Terberani TNI’ punya kisah lain tentang sosok Prabowo Subianto.
“Pak Prabowo itu adalah prajurit yang tidak sekedar pemberani di medan tempur, atau tegas dalam engambil keputusan, tetapi juga memiliki sikap ‘ngemong’ dengan rakyat,” kata Petrus.
Menurutnya, di sela-sela istirahat dari medan tempur, Pak Prabowo meluangkan waktunya untuk berbagi dengan rakyat kebanyakan. Bahkan tak sungkan-sungkan mengenalkan kepada rakyat Timor untuk berfikir lebih maju, menghilangkan perbedaan antar kelompok. “Maklumlah rakyat Timor kala itu dilanda ancaman perang saudara, sehingga Pak Prabowo mengajak mereka untuk bersatu. Bahkan pasukan ABRI kala itu diperintahkan Pak Prabowo untuk senantiasa melindungi warga sipil tak
bersenjata. Apalagi kaum perempuan dan anak-anak.
Hak-haknya juga harus dihormati,” tandas Petrus.
Ada dua pesan yang tak pernah lekang diingatan Pak Petrus soal Pak Prabowo Subianto, yakni, setiap prajurit ABRI di medan pertempuran pantang akan dua hal, yakni; tidak sekali-kali berlaku senonoh dengan perempuan, serta tidak mengambil hak yang bukan hak mereka.
“Pesan ini saya teruskan pada pasukan lain, siapa yang melanggar, maka sanksinya sangat berat, itu juga menjadi pedoman saya takkala memimpin pasukan,” imbuhnya.
Satu hal yang dicermati Pak Petrus tentang sosok Prabowo Subianto, yakni meski sibuk mengurus pasukan di medan tempur, tetapi waktu jeda digunakan Pak Prabowo untuk membaca. “Buku-buku bacaan beliau yang paling digemari saat itu, adalah buku-buku ekonomi dan buku yang berkisah tentang patriotisme dan heroisme,.”tandasnya.
Malah, keinginan Prabowo Subianto untuk menjadi Presiden Republik Indonesia, sebenarnya adalah cita-cita lama Pak Prabowo, sejak masih berpangkat Kapten TNI. “Jadi bukan sesuatu yang mengherankan jika Pak Prabowo mengatakan ingin jadi Presiden sekarang ini, itu sudah lama
sekali, semenjak beliau masih berpangkat Kapten, dan anak buah beliau di pasukan saya
yakin mereka masih mengingatnya,” jelas Petrus.
Meski begitu, cita-cita mulya itu tidak membuat jarak antara Prabowo dengan pasukannya.
Malah semakin membuat mereka melebur menjadi satu.
“Di pasukan, meski beliau adalah komandan kami, dan juga mantu Presiden, tetapi tak ada perbedaan, jika beliau makan nasi kotak, kami juga makan nasi kotak, semuanya harus sama.
Beliau sangat memperhatikan kesejahteraan anak buahnya.
“Saya sendiri berkata, inilah ssok Presiden masa depan itu” imbuh Petrus.
———————-
Demikian sepenggal cerita kisah Jenderal Prabowo Subianto yang merupakan hasil wawancara singkat penulis dengan beberapa mantan pasukan Kopassus mantan pasukan Prabowo Subianto yang disarikan dari waktu dan tempat yang berbeda. (https://www.facebook.com/PrabowoSubianto/posts/)
Semoga bermanfaat.
“Tunduk Mas, Jangan bergerak dulu!” suara lantang Sersan La
Ode Ilham terdengar.
“Tidak, ini pertempuran Ilham! Bentak Prabowo.
“Jangan Mas, Saya dulu yang mati! Balas La Ode
“Tetap konsent Ilham” perintah Prabowo
“Prajurit akan bersemangat jika melihat komandannya bersemangat” balas Kapten Prabowo di tengah desingan peluru tentara fretelin Timor yang seolah di arahkan padanya.
Sersan La Ode tak mau ambil resiko. Ia segera membekap badan Kapten Bowo, menggulingkannya ke tanah, menekan dengan separuh badan, lalu melepaskan rentetan peluru ke arah musuh.
Dibenaknya, Kapten Prabowo tidak boleh gugur di medan tempur.
Seberani apapun komandannya itu, ia adalah obor yang menghangatkan mereka di kala gundah, dan menjadi penyemangat pasukan di segala waktu.
Sersan La Ode tak habis pikir, pemuda gagah yang menjadi komandan kompi-nya itu seolah memiliki ‘nyali’ yang berlapis-lapis. Keberaniannya di medan tempur sama sekali tak mengisyaratkan jika ia adalah putera seorang Begawan Ekonomi dan mantu dari seorang Presiden yang amat di segani dunia internasional kala itu.
“Duarrr!! Letupan senjata api berkali-kali menghantam pasukan Kapten Prabowo, nyaris saja nyawa mereka melayang.
Tapi Prabowo mampu mengatur strategi jitu buat anak buahnya hingga tak satupun peluru-peluru milisi fretelin mengenai sasaran. Membaca situasi itu, Prabowo tak ciut, ia terus membakar semangat pasukannya untuk memukul mundur pasukan musuh. Strategi itu membuahkan hasil, beberapa musuh tertembak mati dan yang lainnya kocar-kacir melarikan diri ke hutan-hutan. Situasi mereda,
target untuk menguasai medan lawan terpenuhi. Sayangnya, radio penghubung milik pasukan Prabowo hancur terkena peluru dan bom musuh. Sehingga hubungan komunikasi pasukan
Prabowo dengan Jakarta menjadi terputus.
Malam mulai senyap, yang terdengar hanya jengkrik dan suara burung hantu malam dibelantara tanah berkapur dan hutan-hutan Timor. “Segera kembali ke markas, istirahat dan tetap waspada, radio
penghubung yang rusak segera dibenahi” begitu perintah Kapten
Prabowo. “Siapp!!” jawab pasukan.
Rusaknya radio penghubung pasukan baret merah yang dipimpin langsung Kapten Prabowo Subianto ini ternyata menimbulkan ‘situasi baru’ di Jakarta. Prabowo diisukan telah gugur di medan tempur. Tentu hal ini meresahkan Istana Negara. Bagaimanapun Prabowo telah menjadi ‘anak’ Presiden
Soeharto, karena Prabowo menikah dengan Titik Soeharto,.
“Hampir sepekan lamanya isu berseliweran termasuk di Jakarta, bahwa Kapten Prabowo Subianto telah meninggal dunia di medan tempur. Kami juga sempat resah dengan isu dan situasi seperti itu, padahal Mas Bowo sehat walafiat. bagaimanapun Mas Bowo adalah ‘nyawa’ dari pasukan, kalau
dibiarkan isu ini berlangsung lama, dapat menurunkan semangat tempur pasukan, ini hanya gara-gara radio penghubung rusak,” kenang La Ode Ilham akan peristiwa sebuah pertempuran di Timor-Timur di era tahun 1980-an.
Karenanya, pasukan berusaha keras agar radio penghubung itu dapat diperbaiki, atau mendapatkan radio baru.
“Alhamdulillah radio kami bisa berfungsi kembali” kata La Ode Ilham, yang kini pensiun dini dari TNI dengan pangkat terakhir ‘Mayor TNI’. Ilham sendiri dikenal sebagai Kopassus yang
amat dekat dengan Prabowo Subianto di pasukan.
“Kring..” Radio penghubung berhasil menghubungi Istana Negara. Seorang telah menerima telepon itu. Menurut La Ode Ilham, itu seperti suara dari Presiden Soeharto, sehingga kemudian ia dengan sigap melaporkan situasi terakhir pasukan termasuk kondisi komandannya, Prabowo Subianto yang sehat-walafiat dan membantah isu gugurnya Pak Prabowo. “Siap Jenderal!, Mas Bowo kondisinya sehat-walafiat,” jelas La Ode Ilham, kemudian menyerahkan telepon itu kepada Prabowo untuk berbicara langsung dengan istana.
La Ode Ilham tak bisa melupakan peristiwa itu. Termasuk kedekatannya dengan Prabowo Subianto yang disapanya ‘Mas Bowo’.
“Mas Bowo itu sangat pemberani, tegas dan selalu tepat dalam mengambil keputusan”
“Karenanya kami anak buahnya, jika berada di tengah-tengah Mas Bowo merasa sangat terlindungi, kamipun sangat melindungi Mas Bowo, bagaimanapun Mas Bowo bukan sekedar komandan kami, tapi beliau juga anak Presiden” kata Ilham.
Lain lagi cerita Letkol (Purn) Petrus Sunyoto, Kopassus yang pernah meraih penghargaan dari Presiden RI sebagai ‘Prajurit Terberani TNI’ punya kisah lain tentang sosok Prabowo Subianto.
“Pak Prabowo itu adalah prajurit yang tidak sekedar pemberani di medan tempur, atau tegas dalam engambil keputusan, tetapi juga memiliki sikap ‘ngemong’ dengan rakyat,” kata Petrus.
Menurutnya, di sela-sela istirahat dari medan tempur, Pak Prabowo meluangkan waktunya untuk berbagi dengan rakyat kebanyakan. Bahkan tak sungkan-sungkan mengenalkan kepada rakyat Timor untuk berfikir lebih maju, menghilangkan perbedaan antar kelompok. “Maklumlah rakyat Timor kala itu dilanda ancaman perang saudara, sehingga Pak Prabowo mengajak mereka untuk bersatu. Bahkan pasukan ABRI kala itu diperintahkan Pak Prabowo untuk senantiasa melindungi warga sipil tak
bersenjata. Apalagi kaum perempuan dan anak-anak.
Hak-haknya juga harus dihormati,” tandas Petrus.
Ada dua pesan yang tak pernah lekang diingatan Pak Petrus soal Pak Prabowo Subianto, yakni, setiap prajurit ABRI di medan pertempuran pantang akan dua hal, yakni; tidak sekali-kali berlaku senonoh dengan perempuan, serta tidak mengambil hak yang bukan hak mereka.
“Pesan ini saya teruskan pada pasukan lain, siapa yang melanggar, maka sanksinya sangat berat, itu juga menjadi pedoman saya takkala memimpin pasukan,” imbuhnya.
Satu hal yang dicermati Pak Petrus tentang sosok Prabowo Subianto, yakni meski sibuk mengurus pasukan di medan tempur, tetapi waktu jeda digunakan Pak Prabowo untuk membaca. “Buku-buku bacaan beliau yang paling digemari saat itu, adalah buku-buku ekonomi dan buku yang berkisah tentang patriotisme dan heroisme,.”tandasnya.
Malah, keinginan Prabowo Subianto untuk menjadi Presiden Republik Indonesia, sebenarnya adalah cita-cita lama Pak Prabowo, sejak masih berpangkat Kapten TNI. “Jadi bukan sesuatu yang mengherankan jika Pak Prabowo mengatakan ingin jadi Presiden sekarang ini, itu sudah lama
sekali, semenjak beliau masih berpangkat Kapten, dan anak buah beliau di pasukan saya
yakin mereka masih mengingatnya,” jelas Petrus.
Meski begitu, cita-cita mulya itu tidak membuat jarak antara Prabowo dengan pasukannya.
Malah semakin membuat mereka melebur menjadi satu.
“Di pasukan, meski beliau adalah komandan kami, dan juga mantu Presiden, tetapi tak ada perbedaan, jika beliau makan nasi kotak, kami juga makan nasi kotak, semuanya harus sama.
Beliau sangat memperhatikan kesejahteraan anak buahnya.
“Saya sendiri berkata, inilah ssok Presiden masa depan itu” imbuh Petrus.
———————-
Demikian sepenggal cerita kisah Jenderal Prabowo Subianto yang merupakan hasil wawancara singkat penulis dengan beberapa mantan pasukan Kopassus mantan pasukan Prabowo Subianto yang disarikan dari waktu dan tempat yang berbeda. (https://www.facebook.com/PrabowoSubianto/posts/)
Semoga bermanfaat.
Baca Selengkapnya